Surat Hasil Klarifikasi Ombusmand RI Dengan BPN Kotim Dibantah Warga di 3 Desa Ini, Ada Apa?

Kotim, IB – Masyarakat di 3 (Tiga) Desa, yakni  Desa Sungai Puring,Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang, Kabupaten Kotawaringin timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng), merasa keberatan atas hasil Klarifikasi yang dilakukan oleh Ombusmand RI terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotim pada (29/07/21), terkait permasalahan tanah hak milik di 3 Desa tersebut dengan PT. Langgeng Makmur Sejahtera (LMS) BGA Group.

Dalam hal ini, masyarakat telah memberikan kuasa penuh terhadap Ahmad Maulana selaku ujung tombak untuk menuntaskan masalah tersebut. Maulana sendiri mengungkapkan bahwa dirinya dan masyarakat di 3 Desa tersebut membantah terkait 9 point yang ada di dalam isi surat hasil klarifikasi antara Ombusmand RI dengan BPN Kotim tersebut. Dirinya juga mengatakan, setelah menerima hasil surat dari ombusmand tersebut, ia dan masyarakat melakukan musyawarah yang dilaksanakan di Desa Sungai Puring pada Minggu 08 Agustus 2021 Pukul 19.05.

“Kami merasa keberatan atas 9 poit isi surat yang berbunyi diantaranya Bahwa  PT. Langgeng Makmur Sejahtera (PT. LMS)BGA Goup telah mengganti rugi lahan dari perusahaan sebelumnya, yakni PT. Hati Prima Agro (PT. HPA) BGA Group yang berada di wilayah Desa Sungai Puring,Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang, Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah. Kami sangat keberatan atas hasil itu,”ungkapnya saat ditemui pada Minggu (31/07/21) siang.

Maulana juga menambahkan bahwa hasil klarifikasi pada poin nomor 1 tersebut adalah hal yang keliru, mengingat ijin PT. HPA telah dicabut oleh pemerintah (Bupati Kotim) secara permanen berdasarkan surat Nomor: 525.26/228/Ek.SDA/IV/2012, Perihal : Pencabutan Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi maupun Ijin Lokasi tanggal 19 April 2012 dan surat Bupati Kotim nomor : 525.26/256/Ek.SDA/IV/2012 Perihal : Perpanjangan Ijin Lokasi PT.HPA Tanggal 24 April 2012 bahwa tidak memberikan perpanjangan Ijin Lokasi nomor :706.460.42 tanggal 16 Oktober 2009, serta Surat Keputusan Bupati Kotim nomor :525.26/242/Ek.SDA/VI/2012 Tentang Pencabutan Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi, Ijin Lokasi dan Ijin Usaha Perkebunan (IUP) tanggal 21Juni 2012.

Lanjutnya, Dalam uraian SK pencabutan pada Diktum Pertama yang terbunyi : bahwa mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi PT. HPA Nomor :525.26/354/VII/Ek.SDA/2009 tanggal 23 Juli 2009 dan Ijin Lokasi Nomor :706.460.42 tanggal 16 Oktober 2009 serta Ijin Usaha Perkebunan (IUP) Nomor : 525.26/196/IV/Ek.SDA/2010 tanggal 10 April 2010. Kemudian Diktum Kedua yang berbunyi : Dengan adanya pencabutan seluruh perijinan yang menjadi kewenangan BupatiKotim ini, maka PT. HPA tidak berhak lagi dan tidak di perkenankan untuk melakukan kegiatan apapun dilokasi dimaksud. Kemudian Diktum keempat Pemerintah Kabupaten Kotim akan melakukan inventarisasi terhadapbarang-barangyang tidak bergerak yang terdapat dalam areal eks perkebunan PT. HPA yang berdasarkan ketentuan yang berlaku menjadi milik pemerintah tanpa gantirugi, sedangkan terhadap sarana-sarana bergerak digunakan sebagai jaminan apabila masih ada tunggakan atau kewajiban lain yang belum dilunasi kepada pemerintah.

Kemudian Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 435K/TUN/2013 tanggal 24 Desember 2013 dengan amar putusan hukum tetap (inkrah), artinya areal tersebutkembali ke Negara sebagaimana yang berbunyi pada SK Pencabutan ijin bahwa areal tersebut dijadikan aset Negara/ Daerah.

Namun fakta dilapangan setelah Putusan Mahkamah Agung RI tahun 2013 bahwa PT. HPA (BGA Group) masih beraktivitas hingga tahun 2014, maka diduga upaya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang seharusnya di eksekusi secara taransparan, tapi sebaliknya justru peralihan aset yang dibuat secara diam-diam dengan sistematis berupa ganti rugi lahan antara PT. HPA (BGA Group) dengan PT. LMS (BGA Group).

Dengan adanya SK Bupati Kotim tentang pencabutan Ijin A.n PT. HPA serta Putusan Mahkamah Agung RI sepertinya tidak berguna dan diduga hanya sebuah sensasi serta popularitas sehingga terkesan di masyarakat Kotim adalah sebuah kebohongan publik, apalagi ditambah dengan peralihan nama perusahaan yang sebelumnya ke perusahaan yang baru, sementara kedua perusahaan(PT) tersebut diatas adalah anak cabang perusahaan PT. Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Dengan munculnya Ijin baru dalam sistem peralihan,tentu saja diduga setingan, mengingat surat Direktur PT. LMS Nomor : 06/D-LMS/IX/2014, Perihal :Permohonan Revisi Ijin Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi, tanggal 8 September 2014, dan dalam tenggang waktu 4 hari kalender Ijin tersebut dikeluarkan tanggal 12 September 2014. Kemudian berjalan waktu 3 hari kalender muncul lagi surat permohonan dari Direktur PT. Langgeng MakmurSejahtera Nomor : 07/D-LMS/IX/2014, tanggal 15 September 2014 Perihal : Permohonan Ijin Lokasi PT.Langgeng Makmur Sejahtera, dan dalam tenggangwaktu 8 (Delapan) hari kalender Ijin Lokasi tersebut dikeluarkan Bupati Kotim tanggal 23 September 2014 dibulan yang sama, dan yang sangat aneh dan janggal bahwa surat permohonan revisi ijin, artinya ketika bicara revisi ijin A.n PT. LMS tentu memiliki ijin sebelumnya kemudian direvisi, namun ketika PT. LMS merevisi Ijin PT. HPA hal yang sangat keliru karena Ijin PT. HPA telah dicabut, yang artinya putus hubungan hukum antara PT. HPA dengan pemerintah, oleh karenanya pemberian Ijin terhadap PT. LMS diduga mal administrasi serta penyalah gunaan wewenang.Untuk bahan pertimbangan pihak penegak hukum atau lembaga negara lainnya menindak lanjuti laporan.

Masyarakat 3 (tiga) Desa, ditambah data pendukung tentang hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruangan paripurna DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, menyimpulkan beberapa poin yang dituangkan dalam rekomendasi DPRD Kabupaten Kotawaringin TimurNomor : DPRD/215/005/2018, Perihal : Rekomendasi tanggal 19 Februari 2018. *Poin 1 yang terbunyi :Meminta kepada Pemerintah Daerah KabupatenKotawaringin Timur agar melakukan evaluasi. terhadap perijinan PT. Langgeng Makmur Sejahtera(LMS).

Kemudian Poin 3 yang terbunyi : Memintakepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur agar meninjau kembali terhadap perijinan PT.Langgeng Makmur Sejahtera (LMS). Selanjutnya.

Poin 4 yang terbunyi : Meminta kepada PT. LanggengMakmur Sejahtera agar menyelesaikan berbagai persoalan adminitrasi perijinan dan kawasan sesuai aturan dan ketentuan.

Maka besar harapan masyarakat3 (tiga) Desa kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan selaku penegak hukum dan/ atau lembaga negara terkait lainnya dapat menyelidiki hal yang dimaksud agar dapat meletakan koridor hukum yang tepat.Gideon Efendi, Tony Duris, Siwel. P. Tala, Delie S.Uan, Epi Supianto, Rahman Asmara dan Herdino selaku perwakilan masyarakat Desa Sungai Puring,Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah sebagai juru bicara Gideon Efendi dan Tony Duris mengatakan.”dengan berbagai macam dalih oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menginginkan agar permasalahan sertifikat hak milik (SHM) warga masyarakat dari 3 (tiga) Desa yang dirampas secara sistematis dapat terabaikan, kemudian pihak penegak hukum pun bisa terkecoh dengan alibi dan dalihnya sehingga kasus sertifikat tersebut lama ke lamaan hilang tanpa berkesan. 


Namun masyarakat di 3(tiga) Desa membantah terhadap hasil klarifikasi itudan tetap semangat berjuang untuk mendapatkan keadilan di negeri ini karena masyarakat selama ini diperbodohkan dengan sistematis oleh oknum-oknum secara berjamaah memanfaatkan sertifikat hak milik (SHM) masyarakat 3 (tiga) Desa yang dikeluarkan BPN Kotim sejak tahun 2015 yang tidak pernah diperlihatkan apalagi untuk menyerahkannya kepada pemilik yang berhak.

*Kemudian Poin nomor 2 yangberbunyi : Bahwa PT. LMS telah memberikan lahan plasma sebanyak 20% kepada masyarakat di 3 (tiga)Desa, masyarakat 3 (desa) membatah dalam poin 2(dua) ada upaya untuk menyanggah dan mendalihkan laporan masyarakat 3 (tiga) Desa tentang sertifikat hak milik yang sumber anggaran menggunakan dana negara.

*Selanjutnya Poin nomor 3 yang berbunyi :Masyarakat di 3 (tiga) Desa tersebut membentuk Koperasi dan telah tergabung dalam Koperasi Eka Kaharap berdasarkan Akta Pendirian Koperasi Nomor24 tanggal 31 Juli 2010.

Dalam penjelasan poin. nomor 3 tersebut bahwa masyatakat dari 3 (tiga) Desa menyatakan tidak benar dan Koperasi tersebut diduga fiktif karena masyarakat 3 (tiga) Desa tidak pernah membentuk Koperasi Eka Kaharap tahun 2010.


Untuk poin nomor 4 tidak dimuatkan/ diuraikan karena mengacu poin nomor 2, maka langsung ke*Poin Nomor 5 yang berbunyi ; Bahwa penerbitan sertifikat redistribusi tanah tahun 2015 dilakukan berdasarkan SK Kakanwil BPN Prov. Kalteng Nomor :06/KEP-400.14.62/III/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Redistribusi Tanah Obyek Landreform diKabupaten Kotim ( Desa Tumbang Ngahan, Sungai Puring dan Kuluk Telawang sebanyak 600 bidang) Sertifikat Tanah Desa 1 September 2015.

Masyarakat di 3 (tiga) Desa menanggapi dan bantahan dalam poin nomor 5 adalah hal yang keliru karena poin nomor 2 mengatakan bahwa PT. LMS memberikan lahan plasma sebanyak 20% untuk masyarakat di 3 (tiga)Desa, tapi di poin nomor 7 mengatakan bahwa lahan Koperasi Eka Kaharap yang disertifikatkan.

Sementara di poin nomor 5 mengatakan yang disertifikat adalahTanah Desa, maka menurut kami masyarakat dari 3(tiga) Desa bahwa pejelasan hasil klarifikasi bahasayang mutar-mutar untuk mendalihkan kasus sertifikat tanah hak milik warga yang di danai oleh negara, maka diduga kuat kejahatan oknum-oknum melakukan perampasan dan penggelapan Sertifikat Hak Milik warga masyarakat di 3 (tiga) Desa.

Selanjutnya poin nomor 6 yang berbunyi : Koperasi Eka Kaharap mengajukan kepada kantor PertanahanKotim untuk menerbitkan sertifikat tanah redistribusidi 3 (tiga) Desa dan sertifikat telah selesai tanggal 25 September 2015.

Masyarakat 3 (tiga) Desa membantah hal yang diuraikan pada poin nomor 6 (enam) karena pengurus koperasi tidak memilikiotoritas untuk mengajukan hal yang prinsip seperti sertifikat tanah atas nama masyarakat di 3 (tiga) Desa yang sumber anggaran menggunakan dana negara,tapi karena adanya kepentingan oknum-oknum tertentu diduga untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan orang banyak bertameng Koperasi sebagai bumper untuk menjalankan aksi kejahatannya.

Kemudian penjelasan poin nomor 7 terbunyi ;Penyerahan sertifikat tanah redistribusi tidak dilakukan kepada masing2 pemilik dikarenakan areal yang menjadi objek redistribusi merupakan lahan Koperasi Eka Kaharap.

Maka masyarakat di 3 (tiga)Desa membantah penjelasan pada poin nomor 7 karena apabila Koperasi tersebut memiliki areal, maka pengajuan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Timur atas nama Koperasi itu sendiri dan/atau sertifikat HGU Koperasi bukan sertifikat hak milik (SHM) atas nama orang perorang masyarakat dari 3 (tiga) Desa yakni, masyarakat Desa Sungai Puring, Desa Tumbang Ngahan dan Desa Kuluk Telawang Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah,”tuturnya.


“Menambah Poin Nomor 8 (Delapan) terbunyi : Dasar penyerahan sertifikat yang dilakukan BPN Kotim adalah surat dari Koperasi Eka Kaharap Nomor : 001/EK.SP/I/2016 Perihal : Sertifikat Lahan Plasma Eka Kaharap yg pada intinya meminta pihak BPN Kotim untuk tidak menyerahkan sertifikat kepada masing2 nama karena lahan yg menjadi retribusi TOL adalah lahan Koperasi Eka Kaharap.

Masyarakat 3 (tiga) Desa membantah penjelasan pihak BPN Kotim karena tidak masuk akal, sementara oknum pejabat BPN adalah orang-orang yang mengerti aturan dan hukum, namun terkesan seolah-olah tidak mengerti aturan dan hukum.

Maka memohon kepada publik serta ahli-ahli hukum di Republik ini membantu masyarakat 3 (tiga) Desa mempelajari, mengkaji dan mentalaah,baik peralihan ijin tersebut diatas maupun penjelasan hasil klarifikasi Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah.


Selanjutnya Poin nomor 9 (Sembilan) yang berbunyi :Direktur PT. LMS menyatakan bahwa PT. LMS menerima sertifikat objek Redistribusi tahun 2015 sebagai jaminan hutang anggota Koperasi Eka Kaharap atas pembangunan kebun kelapa sawit, dan sertifikat tersebut sudah dijadikan jaminan oleh pihakPT. LMS untuk peminjaman dana di Bank.

Terkait sertifikat tanah atas nama masyarakat 3 (tiga) Desa yang telah dirampas dan digelapkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab tanpa sepengatahuan pemilik yang sah untuk jaminan hutang Koperasi Eka Kaharap, atas tindakan dan perbuatan seperti itu tentu masyarakat dari 3 (tiga) Desa selaku pemilik sertifikat tanah yang berhak sangat keberatan karena merampas hak konstitusional dan Hak Asasi Manusia “katanya.


Dalam kasus sertifikat tanah tersebut diduga adanya mafia tanah yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,maka masyarakat dari 3 (tiga) menuntut keadilan kepada pemerintah dengan menyampaikan aspirasi melalui media ini, maka besar harapan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia selaku penegak hukum semoga berniat dan berkemauan untuk menyelidiki kasus ini sebagaimana hal-hal yang diuraikan tersebut diatas agar dapat diusut tuntas, semoga hukum tidak akan ada tumpul keatas dan tajam kebawah dan/atau disebut dengan penindakan hukum tebang pilih,”Tutupnya.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *